03 May 2009

Sujono dan Pendidikan


Sujono adalah boneka. Dia adalah raja kecil di sebuah tempat dimana raja besar lahir. Kekuasaannya yang seupil dipakai untuk memupuk dan menyirami kekuasaan besar di singgasana raja besar. Dikumpulkanlah raja-raja kecil lain yang berserakan dan butuh kekuasaan lebih tinggi. Kelompok upil ini lalu memproklamirkan dukungan pada raja besar dan bersiap menjadi pasukan berani mati agar raja besar tetap berkuasa. Kelompok upil ini akan menyiapkan makanan bagi kuda raja besar. Juga mengumpulkan recehan, wangi-wangian, dan hasil bumi yang cukup untuk memberi agunan bagi kekuasaan mereka masing-masing. 

Kalau ini dongeng, pembaca pasti dapat menduga akhir ceritanya. Juga pasti dapat menerka gambar karikatur di halaman terakhir. Raja besar dengan mulut terbuka duduk di atas pundak ratusan raja kecil. Ada raja kecil yang tergencet di pojok sana, tapi tersenyum. Ada yang tertindih di pojok sini, tapi sumringah. Aura gambar itu hanya memancarkan satu rasa yang berkelindan ; keserakahan akan kekuasaan. 

Sayangnya ini bukan dongeng. Padahal pembaca ingin agar ini dongeng. Karena ini bukan dongeng, (meski seluruh ide dan jalinan ceritanya sangat komikal) pembaca jadi takut berangkat tidur malam itu. Mereka takut jika bangun pagi keesokan harinya, seluruh hidupnya dijumpai hanya dongeng. Mereka tidak pernah siap memandang kenyataan sebagai dongeng. 

Kini pilihan yang tersedia adalah ; melanjutkan tidur sambil berharap mimpi jadi kenyataan, atau bergegas bangun dan membongkar dongeng jadi realita.


* * *

Tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia. Sudah lama kalimat ini hilang dari ruang rapat pejabat penentu pendidikan nasional. Scholae yang dalam bahasa Latin berarti waktu senggang, kini diterjemahkan sebagai kurikulum, silabus, dan metode ajar. Dengan kehilangan filosofinya, pendidikan menjadi beban berat bagi siswa dan guru. Kesibukan administratif terus berjejal, tugas menumpuk, jam pelajaran nan panjang menguras tenaga dan pikiran. Kesempatan untuk menjadi manusia bebas-merdeka dengan berbekal pendidikan, hilang sudah.

Sekelompok siswa yang bertekun dalam bidang-bidang ilmiah dan membuat penelitian untuk kemashalatan umat manusia adalah segelintir kelompok yang jarang dibicarakan di ruang rapat itu. Ketekunan, minat yang menggebu-gebu dan gairah untuk berkompetisi adalah milik mereka sendiri. Negara acuh. Tujuan negara yang termaktub dalam mukadimah UUD ’45 ; mencerdaskan kehidupan bangsa, telah luntur semangatnya. 

Di tengah kegagalan merumuskan filosofi pendidikan itu, UU BHP menyeruak. Membawa atmosfer bisnis dan logika efisiensi-efektivitas. Dua hal yang jadi tarikan nafas para pemodal dalam menjalankan pabrik dan memutar uangnya. Kini pendidikan telah bertransformasi menjadi komoditas. 

Segalanya telah menjadi komoditas. Sebentar lagi, kesedihan dan kebahagiaan juga bakalan dikomodifikasi.


* * *

The Facts

Bupati Pacitan Pimpin Apkasi
Sabtu, 2 Mei 2009 

Bogor, Kompas - Bupati Pacitan, Jawa Timur, Sujono terpilih sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia atau Apkasi dalam Musyawarah Nasional III, yang ditutup dengan laporan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/5). Sujono mendeklarasikan dukungan untuk upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/05/02/03040381/bupati.pacitan.pimpin.apkasi

* * *

Siswa Indonesia Raih Enam Medali Emas 
Berjaya di Kompetisi Sains Internasional
Rabu, 29 April 2009 

Jakarta, Kompas - Siswa Indonesia meraih enam medali emas dalam lomba penelitian dan presentasi tingkat dunia International Conference of Young Scientists 2009 di Polandia, 24-28 April. Selain itu, Indonesia juga merebut satu medali perak dan tiga perunggu dalam ajang tersebut.

Kegiatan ini merupakan kompetisi bagi siswa SMA untuk melakukan penelitiannya sendiri di negara masing-masing, lalu mempresentasikan di depan para juri internasional.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/29/03332981/siswa.indonesia.raih.enam.medali.emas.


 

1 comment: